Pengertian konvergensi IFRS
Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal untuk memahami
apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam standar akuntansi keuangan.
Pendapat yang memahami konvergensi IFRS adalah full adoption menyatakan
Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk
penyimpangan dari IFRSs sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation
of Financial Statements paragraf 19-24. Pengertian konvergensi IFRS sebagai
adopsi penuh sejalan dengan pengertian yang diinginkan oleh IASB. Tujuan akhir
dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi
sedikitpun.
Berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di
Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Misalnya, ketika IAS 17
diadopsi menjadi PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa mengatur leasing tanah berbeda
dengan IAS 17. Sistem kepengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan
direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan
kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan
antara PSAK dengan IFRS.
Konvergensi
ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia
menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan
lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK
dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang
mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan
program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin
tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di
Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas
dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan
oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi
keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju
konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards
yang dikeluarkan oleh IASB.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan
terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata
di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah,
dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan
konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam
bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal
ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum
yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi
yang dapat dijadikan landasan konseptual.
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International
Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual
saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang
aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC
(International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang
diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan
multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta
IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi
internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan
prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi
standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan
akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan
transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah
standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani
perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi
akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134
organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia.
Tujuan IASC
adalah :
1.
merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi
sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima
secara luas di seluruh dunia, serta
2.
bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan
prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group
yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan,
pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari
organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk
membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
Pada dasarnya, tujuan didirikannya perusahaan adalah untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Tujuan selanjutnya adalah memakmurkan nilai
pemegang saham. Salah satu alat yang digunakan perusahaan untuk mencapai
tujuannya adalah laporan keuangan. Semakin relevan dan handal suatu
laporan keuangan yang dibuat, maka semakin besar kecenderungan yang sejalan
dengan kepercayaan investor untuk tetap menanamkan modalnya di perusahaan.
Dengan begitu, profit telah dicapai dan kemakmuran nilai pemegang saham juga
telah terpenuhi.
Untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan handal, laporan
keuangan tersebut harus disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.
Standar akuntansi diantaranya berisi tentang aturan-aturan dalam pengakuan,
pengukuran, pengungkapan dan penyajian suatu pos dalam laporan keuangan.
Standar akuntansi ini juga digunakan agar laporan keuangan antar perusahaan
memiliki keseragaman dalam penyajiannya, sehingga memudahkan pengguna untuk
memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut. Agar tidak
menimbulkan ambiguitas dan salah paham terhadap laporan keuangan, standar
akuntansi tidak hanya harus dipahami oleh penyusun laporan keuangan dan
auditor, tetapi juga harus dipahami oleh pembaca.
Di Indonesia, standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan
keuangan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan adalah PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan). Standar ini merupakan kumpulan dari berbagai
standar Akuntansi di dunia dan telah disesuaikan untuk digunakan di Indonesia.
Praktik akuntansi di setiap negara berbeda-beda, ini dikarenakan adanya
pengaruh lingkungan, ekonomi, sosial dan politis di masing-masing negara
tersebut. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi
akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya Standar Akuntansi
Internasional yang lebih dikenal dengan IFRS (International Financial
Reporting Standards). Ini bertujuan untuk memudahkan proses
rekonsiliasi bisnis dalam bisnis lintas negara.
Baskerville (2010) dalam Utami, et al. (2012)
mengungkapkan bahwa konvergensi dapat berarti harmonisasi atau
standardisasi, namun harmonisasi dalam konteks akuntansi dipandang sebagai
suatu proses meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan batas
tingkat keberagaman. Jika dikaitkan dengan IFRS maka konvergensi dapat
diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terhadap
IFRS.
Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa
Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini
bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga
laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik
bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.
Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi,
yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big
bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui
tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara -negara maju.
Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara
bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti
Indonesia.
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1.
Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas
dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan,
dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
2.
Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini
dilakukan penyelesaian terhadap persiapan infrastruktur yang diperlukan.
Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3.
Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan
aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi
terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Mengapa
IFRS?
Indonesia merupakan bagian dari IFAC (International Federation of
Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation),
salah satunya adalah dengan menggunakan IFRS sebagai accounting
standard. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah
Indonesia sebagai anggota G20 forum.
Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15
November 2008, prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan adalah:
1.
Strengthening Transparency and Accountability
2.
Enhancing Sound Regulation
3.
Promoting Integrity in Financial Markets
4.
Reinforcing International Cooperation
5.
Reforming International Financial Institutions
Selanjutnya, pertemuan G20 di London, 2 April 2009 menghasilkan kesepakatan
untuk Srengthening Financial Supervision and Regulation:to call on
the accounting standard setters to work urgently with supervisors and
regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve
a single set of high-quality global accounting standards.
B. Dampak Implementasi IFRS Terhadap Bisnis dan
Auditor
Implementasi IFRS dapat memberikan dampak positif dan negatif dalam dunia
bisnis dan jasa audit di Indonesia. Berikut ini adalah berbagai dampak dalam
penerapan IFRS :
1.
Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka
karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
2.
Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih
banyak menggunakan nilai wajar.
3.
Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih
fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
4.
Smoothing income menjadi semakin sulit dengan
penggunakan balance sheet approach dan fair
value.
5.
Principle-based standards mungkin
menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila
penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan
untuk mengatur laba (earning management).
6.
Penggunaan off balance sheet semakin
terbatas.
Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan
berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya dimiliki oleh
akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan maupun auditor
untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka konseptual informasi keuangan agar dapat
mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan. Pengadopsian IFRS
mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun
transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment. Selain keahlian teknis, akuntan juga perlu memahami implikasi etis
dan legal dalam implementasi standar (Carmona & Trombetta, 2008).
Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi jasa audit.
Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu dinilai kelayakannya oleh
auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki kemampuan menginterpretasi
tujuan dari suatu standar. AAA Financial Accounting Standard Committee (2003)
bahkan meyakini kemungkinan meningkatnya konflik antara auditor dan klien.
Konvergensi IFRS di Indonesia perlu didukung agar Indonesia memperoleh
pengakuan maksimal dari komunitas Internasional khusunya di mata investor
global. Dengan diadopsinya IFRS di Indonesia, maka proses rekonsiliasi bisnis
dalam bisnis lintas negara akan semakin mudah. Dapat dikatakan demikian
karena diterapkannya suatu standar internasional akan meningkatkan kepercayaan
internasional untuk berinvestasi di Indonesia.
Referrensi :
Utami, et.
al., 2012, ”Investigasi dalam Konvergensi IFRS di Indonesia: Tingkat Kepatuhan
Pengungkapan Wajib dan Kaitannya dengan Mekanisme Corporate
Governance”, Simposium Nasional Akuntansi 15, Banjarmasin.
Tampubolon,
M.S., 2012, “Alasan Perlunya Konvergensi ke IFRS”, http://maiyasari.wordpress.com/2012/04/20/alasan-perlunya-konvergensi-ke-ifrs-21/, Diakses
tanggal 8 Januari 2013, pk 08.54 WIB
Wahyu, A.,
2012, “Standar Akuntansi Keuangan”, http://www.lintasberita.web.id/standar-akuntansi-keuangan/,
Diakses tanggal 6 Januari 2013, pk 12.45 WIB