HUKUM PERDATA

 Senin, 02 April 2012

I. Abstrak
Law is blind but weighted.Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum yakni Hukum perdata.

II. Pendahuluan
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

III. Pembahasan
Pengertian Hukum Perdata
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Menurut Daliyo, dkk (1989: hal 71), Hukum Perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga
Prof. Soedkno Mertokusumo Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
Mochtar Kusumaatmadja Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.
Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum (antara hak dan kewajiban) orang/ badan hukum dengan orang/ badan hukum lain di dalam kehidupan masyarakat, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan/ individu.
- Hukum privat vs hukum publik
- Hukum perdata – hukum pidana
- Hukum sipil, namun istilah sipil sering diasosiasikan dengan lawan kata militer, sehingga  jarang dipakai
Perbedaan dan persamaan
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
Perbedaan Hukum perdata dan hukum publik
- Hukum perdata/ privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, yang menitikberatkan pada kepentingan individu.
- Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan negara (misalnya hukum pidana), antar lembaga negara (hukum tata negara) dan antar negara (hukum Internasional)
Socialisharing process: campur tangan publik dalam hukum perdata, misalnya:
-          Hukum agraria — tanah sebagai wilayah teritorial Negara
-          Hukum perburuhan — adanya HAM dan hak-hak buruh
-          Hukum perkawinan — ketertiban umum
Ruang lingkup hukum perdata
Hukum perdata mengatur hubungan antar individu:
S – S = Subyek hukum dengan subyek hukum = misalnya dalam hukum perkawinan dan hukum keluarga
S – O = subyek hukum dengan obyek hukum = misalnya dalam hukum kebendaan
S – S – O = subyek hukum dengan subyek hukum dengan perantara obyek hukum = misalnya dalam hukum perikatan
Maka, wilayah hukum perdata meliputi hukum tentang orang; hukum tentang benda; hukum perikatan
Adapun pembidangan hukum perdata menurut ilmu hukum tentang pembidangan hukum diantaranya adalah:
  1. hukum orang/ personen recht,
  2. hukum keluarga/ familie recht,
  3. hukum waris/ erf recht,
  4. hukum harta kekayaan/ vermorgen recht, dan
  5. hukum perikatan/ verbintenissen recht.
Sejarah Hukum Perdata Indonesia
- Hukum perdata Indonesia berasal dari Code Civil le Francais yang dikodifikasikan tahun 1804, dan tahun 1807 diundangkan sebagai Code Napoleon.
- Kemudian diadopsi oleh Belanda, yang membuat Burgerlijk Wetboek (BW), yang diundangkan tahun 1837.
- Berdasarkan asas konkordansi, maka BW juga berlaku bagi orang-orang Belanda/ Eropha yang berada di wilayah Hindia Belanda (Indonesia sebelum merdeka).
- Belanda mengupayakan adanya unifikasi hukum perdata di Indonesia, tetapi tidak berhasil, karena adanya hukum adat (yang berdasarkan penelitian Van Volen Hoven, terdapat 19 wilayah hukum adat di Indonesia)
- Menjelang kemerdekaan, terdapat upaya untuk membuat kodifikasi hukum perdata Indonesia oleh para tokoh Indonesia, namun belum berhasil.
- Berdasarkan aturan Peralihan dalam UUD 1945, bahwa semua peraturan yang ada tetap berlaku selama belum ada peraturan baru yang mencabutnya, sehingga BW masih dianggap berlaku.
- Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang sejajar dengan doktrin).
- Instruksi Presidium Kabinet no. 31/U/12/1966, instruksi kepada Menteri Kehakiman dan Catatan Sipil, untuk tidak memberlakukan penggolongan penduduk.

IV. Kesimpulan
Hukum perdata adalah hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum public, Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Jadi kita sebagai manusia yang telah menciptakan hukum alangkah bijaknya bila kita harus mematuhi aturan suatu hukum yang telah ada. Karena hukum dibuat agar dapat mengatur segala sesuatu yang ada di lingkungan tertentu, yang pada akhirnya bermaksud untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di dalamnya agar kita dapat hidup dengan perasaan tenang dan nyaman.

V. Sumber
Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  • Prasetiyo                  25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL)

SELASA, 24 APRIL 2012

HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)

  Image
I. Abstraksi
Dalam keletihan mengatasi deraan krisis ekonomi, hak atas kekayaan intelektual (HAKI) kembali digugat perannya dalam proses pemulihan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Sejauh ini, HaKI memang mempunyai insentif strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi meski juga berkarakter monopoli yang mengundang resistensi. Patut diakui, globalisasi telah menciptakan format-format interdependensi. Demikian pula rezim HaKI yang sarat dengan tatanan regulasi. Dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan, HaKI telah sedemikian terkait dengan artikulasi pasar global. Pasar bebas yang mestinya steril dari berbagai intervensi, nyatanya memiliki kalkulasi sendiri. Ia terbukti tidak sepi dari kepentingan politik. Sanksi ekonomi, embargo dan retaliasi adalah sebagian contoh hukuman bagi tindak pencederaan terhadap HaKI. Dalam area yang lebih kecil, yakni seni dan budaya, kedudukan HaKi dalam sebuah system industri budaya masih belum terbebas dari tindakan-tindakan eksploitasi beberapa kepentingan yang mengatasnamakan “legal matters”. Khususnya di Papua, HaKi menjadi semacam alat yang digunakan bagi sekelompok orang untuk mengeksploitasi sumberdaya seni dan budaya di Papua. Kita tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa pemahaman terhadap HaKI yang hanya ada pada sebagian kecil kalangan intelektual dan pebisnis di Papua membuat system industri budaya di Papua lebih mirip sebuah proses pembodohan terhadap masyarakat Papua sebagai pemilik khasanah budaya Papua.
II. Pendahuluan
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Adanya HAKI di Indonesia, sangat membantu dan menjujung tinggi sikap saling menghargai kreatifitas intelektual seseorang. Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusiaSejarah adanya HAKI di Indonesia diawali.

III. Pembahasan
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untukIntellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya  Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Prinsip-prinsip hak kekayaan intelektual
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi, prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip sosial :
1. Prinsip Ekonomi
Adalah hak intelektual berasal dari kegiatan kretif suatu kemauan daya piker manusia        yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan
2. Prinsip keadilan
yaitu di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu       hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan            mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
3. Prinsip kebudayaan
adalah perkembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan   manusia.
4. Prinsip sosial
artinya hak yang diakui oleh hukumdan telah diberikan kepada individu merupakan satu   kesatuan sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan individu dan      masyarakat.
Kekayaan Intelektual meliputi dua hal, yaitu :
1. Industrial Property Right
Hak kekayaan industri berkaitan dengan investasi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a. Paten
b. Merek
c. Desain industri
d. Rahasia dagang
e. Desain tata letak terpadu
2. Copyright
Hak cipta, memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film,lukisan, novel, program komputer, tarian lagu dan lainnya.
Hak atas Kekayaan Intelektual atau Hak Milik Intelektual atau harta intelek ini merupakan padanan dari bahasa inggris Intellectual Property Right. Menurut World Intellectual Property Organisation, kata Intelektual tercermin bahwa objek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia.
secara subtantif pengertian HaKI dapat di deskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemapuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya.
Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan terhadap karya-karya intelektual. bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak AsasiManusiaRI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
Dasar hukum
Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam .
1. undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta;
2. undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten;
3. undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang merek;
4. undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang varietas tanaman;
5. undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang;
6. undang-undang nomor 31 tahun 2000 tentang desain industri;
7. undang-undang nomor 32 tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu.

IV. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan, HAKI ialah Hak kekayaan intelektual dimana melindungi dan menghargai kreatifitas intelektual seseorang. Adanya hukum hak dapat membatasi maraknya sistem pembajakan di Indonesia ini yang makin lama malah makin meningkat. Padahal  adanya HAKI, sudah sejak lama yaitu pada zaman penjajahan belanda. Untuk itu, sebagai WNI yang baik, junjunglah tinggi HAKI dengan meningkatnya kreatifitas tiap individu jadi tiap individu itu akan berlomba-lomba untuk mengahasilkan karya yang terbaik yang dapat dijual di masayrakat, jadi secara tidak langsung adanya pembajakan pun akan hilang dan setiap akan menghargai jerih payah seseorang menciptakan sesuatu yang bermakna.

V. Sumber
-     Wikipedia
Alamat link     : http://id.wikipedia.org/wiki/HAKI
-     Nama               :Rismaeka’s
Tgl Posted       : 9 April2012
-     Nama               : uli is faithfullyAlamat link          :http://uliisfaithfully.blogspot.com/2012/03/hak-kekayaan-  intelektual-haki.html
Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  •  Prasetiyo                 25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERLINDUNGAN KONSUMEN

SELASA, 24 APRIL 2012 
I.   ABSTRAKSI
Seiring meningkatnya era globalisasi ekonomi pada saat sekarang ini, konsumen sebagai pengguna barang atau jasa sering menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Tidak jarang pelaku usaha melakukan promosi, penjualan atau penerapan  perjanjian standar yang merugikan konsumen. Untuk itu Pemerintah mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.

II.  PENDAHULUAN
Rendahnya tingkat kesadaran dan pendidikan hukum menambah lemahnya posisi konsumen. Untuk itu pemerintah mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pemberlakuan undang-undang ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan melindungi kepentingan konsumen, serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  •    Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33
  •  Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 382
  •  Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa 
  •  Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. 
  •  Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota 
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
  •  
III.  PEMBAHASAN
Perlindungan konsumen itu sendiri adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen dilindungi dari setiap tindakan produsen barang atau jasa, importer, distributor penjual dan setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang atau jasa ini, yang pada umumnya disebut dengan nama pelaku usaha.
Ada dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :
  1.   Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
          
          2.     Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
Tujuan perlindungan konsumen diantaranya adalah :
  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan jasa.
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  • Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  • Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Asas-asas dalam perlindungan konsumen yaitu :
  • Asas Manfaat.
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  • Asas Keadilan.
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  • Asas Keseimbangan.
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
  • Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang digunakan.
  • Asas Kepastian Hukum.
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sebelum terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini, telah ada beberapa undang-undang yang materinya lebih khusus dalam melindungi kepentingan konsumen dalam satu hal, seperti undang-undang yang mengatur mengenai hak-hak atas kekayaan intelektual yaitu tentang Paten, Merek dan Hak Cipta. Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual tidak diatur dalam undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang yang khusus antara lain undang-undang tentang Paten dan Merek.
Undang-undang Perlindungan Konsumen merupakan aturan yang umum, oleh karenanya apabila telah ada aturan yang khusus mengenai suatu hal misalnya undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan yang mencakup aturan tentang perlindungan konsumen bidang perbankan maka undang-undang perbankanlah yang digunakan.

IV.  KESIMPULAN
Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, diharapkan dapat menjadi landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan melindungi kepentingan konsumen, serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab. Pentingnya diadakan perlindungan konsumen yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan jasa, untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha, dan untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

V.  SUMBER :
-          Dikutip dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 8  Tahun 1999 

  




Nama Kelompok : 
  • Andreas Paka         20210739
  • Antari Pramono       20210936
  •  Prasetiyo                 25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani        28210593
Kelas 2EB06




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HUKUM PERIKATAN

Minggu, 22 April 2012

HUKUM PERIKATAN

I.  ABSTRAKSI
Hukum adalah sebuah peraturan dimana setiap bangsa dan negara memiliknya. Adanya sebuah hukum berlaku bertujuan untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan bangsa itu sendiri. Hidup berdasarkan pola hukum dapat membuat keadaan suatu bangsa kondusif dimana, pola hidup disiplin, dan patuh akan membiasakan gaya hidup seseorang. Jenis-jenis hukum yang terdapat dalam suatu negara ialah hukum perdata, hukum perikatan, hukum perjanjian, hukum dagang dan sebagainya.
II.  PENDAHULUAN
Salah satu hukum yang akan dibahas kali ini ialah Hukum Perikatan. Dalam bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan istilah“verbintenis”.  istilah perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan diartikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Bahkan ketentuan tentang perikatan pada umumnya ini berlaku pula sebagai ketentuan dasar atas semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yang jenis perjanjiannya tidak diatur dalam BW sehingga perjanjian apa pun yang dibuat acuannya adalah pada ketentuan umum tentang perikatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 sampai Pasal 1456 BW.
Namun, sebagaimana telah dimaklumibahwa buku III BW tidak hanya mengatur mengenai  ”verbintenissenrecht  tetapi terdapat juga istilah lain yaitu  overeenkomst
Hukum perikatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam hubungan-hubungan hukum dibidang harta kekayaan. Hukum perikatan diatur di dalam buku III BW (Buku III KUHPerdata) yang secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu pertama perikatan pada umumnya baik yang lahir dari perjanjian maupun lahir dari undang-undang, dan yang kedua perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu. Ketentuan perikatan pada umumnya ini berlaku juga terhadap perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu, seperti jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain-lain.
III.  PEMBAHASAN
Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih.Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikanlebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
1.Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak padasalah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatanadalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dandiakui oleh hukum.
2. Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan(vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalahHukum Benda.
3. Pihak-Pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitukreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek-subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yangberkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yangaktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yangaktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debituryang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakankreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimukapengadilan dan sebagainya
4. Objek Hukum (prestasi)
Contoh:
1) Memberikan sesuatu, yaitu membayar harga, menyerahkan barang, dan sebagainya.
(2) Berbuat sesuatu, yaitu memperbaiki barang rusak, membongkar bangunan, karena  putusan pengadilan, dan sebagainya.
(3) Tidak berbuat sesuatu, yaitu tidak mendirikan bangunun, tidak memakai merek  tertentu karena putusan pengadilan.
IV.  KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan, hukum perikatan adalah sebuah hukum yang berhubungan dengan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.
Sebagaimana tercantum di dalam UU, hukum dibuat agar manusia dapat mematuhinya dan belajar menjadi manusia disiplin, dimana keduanya saling berperan penting dalam memajukan bangsa dan negara.
V.  SUMBER
Nama : Vanezintania


Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  •  Prasetiyo                 25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hukum Perjanjian

 Senin, 02 April 2012
Gambar

I. Abstrak
     Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.

II. Pendahuluan
     Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Belanda yang telah menancapkan pilar-pilar ketentuan yang mengikat antara masyarakat dengan penguasa maupun masyarakat dengan masyarakat sendiri. Sistem hukum yang dimaksud adalah sistem hukum Eropa.

III. Pembahasan
A.  Pengertian Hukum Perjanjian
     Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
     Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
   Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
3.  Mengenai suatu hal tertentu
  Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.  Suatu sebab yang halal
  Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
 Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal1338 KUHPerdata, yaitu:
1. perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagimereka yang      membuatnya.
2. perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan daripara pihak atau  karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3 Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan,kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).


B.  Asas-asas perjanjian 
    Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
2. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum – secara pasti memiliki perlindungan hukum.
3. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis – contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
4. Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal – tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
 C. Syarat Batal” Perjanjian
Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul sebagai berikut: jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian. Sebenarnya klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.
Pasal 1266 KUHPerdata:
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku.
Tentu saja keberlakuan prinsip ini tidak serta merta. Meskipun syarat bataldianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal.
Dalam banyak perjanjian pula pasal 1266 KUHPerdata tersebut seringkali dikesampingkan. Dalam praktek, banyak perjanjian memasukan klausul sebagai berikut: perjanjian ini mengesampingkan berlakunya pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Maksud dari klausul tersebut adalah agar para pihak dapat membatalkan perjanjiannya secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan. Karena pasal 1266 KUHPerdata berlaku secara mutlak, maka percuma saja memasukan klausul tersebut karena ujung-ujungnya pembatalan itu harus ditempuh juga lewat pengadilan.
IV. Kesimpulan
Dari apa yang di terangkan diatas dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang di kehendaki oleh dua orang pihak yang membuat suatu perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk dilaksanakan.

V. Sumber:
Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  • Prasetiyo                  25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

 Kamis, 22 Maret 2012 
  •        ABSTRAKSI 
Setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum. Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam lalu lintas hukum.
    •  PENDAHULUAN 
    Manusia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi. Manusia pribadi ini merupakan salah satu subjek hukum, dan segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum adalah objek hukum, hal ini memang perlu ditegaskan berhubung karena disamping segala sesuatu yang manfaatnya harus diperoleh dengan jalan hukum, ada pula sesuatu yang manfaatnya dapat diperoleh tanpa perlu atau tanpa berdasarkan hukum, yaitu sesuatu yang dapat diperoleh secara bebas dan alam (misalnya benda non ekonomi), seperti : angin, cahaya matahari, bulan, , hujan air, pegunungan, yang pemanfaatannya, tidak diatur oleh hukum. Hal-hal tersebut tidak termasuk sebagai obyek hukum karena tidak memerlukan pengorbanan. 
      • PEMBAHASAN 
      Pada dasarnya Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum. Jenis Subyek Hukum terdiri atas :
        • Manusia Biasa
        Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan. Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
        1. Manusia yang harus menataati hukum adalah manusia yang beranjak dewasa, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan berusia 21 tahun.
        2. Manusia yang belum dewasa atau belum mencapai usia 21 tahun, tidak diwajibkan mentaati hukum, tapi tetap akan dikenakan sanksi apabila melanggar hukum yang berlaku.
        • Badan HukumBadan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya. 
          Apabila suatu perkumpulan ingin mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum bisa dengan cara sbb :
        1. Didirikan dengan Akta Notaris.
        2. Didaftarkan di Kantor Pengadilan Negara setempat.
        3. Memiliki pengesahan Anggaran Dasar kepada Menteri HAM dan Kehakiman. sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
        4. Diumumkan oleh Negara.
        Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
        • Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
        • Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
        Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
        Jenis-jenis Objek Hukum :

        1. Benda yang berwujudBenda yang berwujud adalah suatu benda yang dapat dirasakan dengan panca indra, dapat dilihat, diraba. terdiri dari benda yang dapat berubah contohnya :
        • Benda BergerakBenda ini bergerak karena sifatnya, menurut KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan dan memiliki wujud seperti meja, kursi. Menurut KUH Perdata ada hak-hak atas benda bergerak contohnya hak pakai benda tsb, dan saham-saham perseroan terbatas.
        • Benda Tidak BergerakBenda yang tidak bergerak karena sifatnya dapat dicontohkan seperti tanah, gedung. Benda tidak bergerak ini menurut undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak pemungutan hasil atau pembagian hasil, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan Hipotik.

        4 hal yang berhubungan erat dengan benda bergerak dan tidak bergerak :
        1. Kepemilikian, dalam hal benda bergerak berlaku dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu kepemilikan dari barang tsb adalah pemilik asli benda tsb, sedangkan untuk benda tidak bergerak, tidak disertai dengan kepemilikan tetap.
        2. Penyerahan, yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) , sedangkan untuk benda tidak bergerak penyerahan dapat dilakukan dengan balik nama.
        3. Kadaluwarsa, benda bergerak tidak memiliki kadaluwarsa, sedangkan benda tidak bergerak mengenal kadaluwarsa.
        4. Pembebanan, yakni pembebanan yang dilakukan terhadap benda bergerak yang dilakukan dalam sebuah pegadaian, sedangkan untuk benda tidak bergerak seperti hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
         2. Benda yang tidak bersifat kebendaan.

              Benda yang tidak bersifat kebendaan adalah suatu benda yang tidak dapat dilihat tapi suatu saat dapat dirasakan kehadirannya, dan di realisasikan sebagai kenyataan. contoh; merk, hak paten, hak cipta.    
        •           KESIMPULAN 
          Subjek dan Objek Hukum ini memang perlu ditegaskan berhubung karena disamping segala sesuatu yang manfaatnya harus diperoleh dengan jalan hukum, ada pula sesuatu yang manfaatnya dapat diperoleh tanpa perlu atau tanpa berdasarkan hukum, yaitu sesuatu yang dapat diperoleh secara bebas dan alam (misalnya benda non ekonomi), seperti : angin, cahaya matahari, bulan, , hujan air, pegunungan, yang pemanfaatannya, tidak diatur oleh hukum. Hal-hal tersebut tidak termasuk sebagai obyek hukum karena tidak memerlukan pengorbanan.
          • Sumber :
            • http://bowolampard8.blogspot.com/2012/01/subjek-dan-objek-hukum-dalam-hukum.html
            •  http://tulisanadalahtugas.blogspot.com/2011/03/subjek-dan-objek-hukum.html
          Nama Kelompok : 
          • Andreas Paka          20210739
          • Antari Pramono        20210936
          •  Prasetiyo                 25210362
          • Tri Prasojo                26210958
          • Yanih Supriyani         28210593
          Kelas 2EB06








          • Digg
          • Del.icio.us
          • StumbleUpon
          • Reddit
          • RSS